3 SIKAP KEPEMIMPINAN DI TEMPAT KERJA BARU

Dale Carnegie dalam bukunya Leadership Mastery menuliskan beberapa sikap kepemimpinan yang seharusnya dimiliki seseorang ketika berada di tempat kerja baru di antaranya :

1. Menghormati Keragaman

Menghormati keberagaman dan mempertahankan lingkungan kerja yang menjunjung tinggi nilai tersebut adalah kunci dalam menguasai ilmu kepemimpinan. Para pakar kepemimpinan menjelaskan bahwa para pemimpin harus bisa bergaul dengan semua orang. Memang tidak harus menjadi sahabat terbaik, namun pergaulan yang melampaui batasan suku, bangsa, agama, generasi, dan pilihan gaya hidup.

Dilihat dari sejarah, ketidakpedulian selalu menjadi akar ketidaktoleransian. Sisi lain fakta menyedihkan itu adalah untuk mendapatkan rasa hormat dari kebudayaan lain atau keberagaman lain, didiklah diri Anda mengenai hal tersebut.

Orang-orang memiliki sikap berbeda ketika berhadapan dengan hal baru. Kita bisa merasa puas atau sombong mengenai asal dan budaya kita. Kita bisa memandang rendah orang lain yang memiliki latar belakang berbeda. Mungkin mereka memang tidak terlalu canggih, berpendidikan, atau sesehat kita. Kita bisa saja melihatnya seperti ini. Namun kita juga bisa mengatakan, “Ya, keadaan mereka memang berbeda dari saya dan mereka mungkin berasal dari kebudayaan yang begitu kaya yang bisa saya pelajari. Mereka mungkin telah melihat sesuatu yang belum pernah saya lihat. Mereka mungkin tahu sesuatu yang saya tidak ketahui.”

Bagi pakar kepemimpinan, pendekatan kedua adalah satu-satunya cara. Saat ini, baik negara maupun orang yang bertetangga bisa memiliki budaya yang sama sekali berbeda. Perbedaan ini semestinya diterima, dihormati, dan ditanggapi.

2. Berempati

Sesungguhnya, langkah pertama untuk hidup nyaman dengan keberagaman sangatlah mudah. Cobalah berempati. Apa pun perbedaan yang dimiliki orang lain, pada dasarnya kita semua manusia yang sama dan memiliki lebih banyak kesamaan dibanding perbedaan. Cobalah mencari kesamaan di antara kita. Kita semua mendapat tekanan di rumah. Kita semua ingin sukses, dan kita semua ingin diperlakukan dengan hormat dan dimengerti.

Empati, atau melihat dunia melalui mata orang lain, harus dikuasai pemimpin dalam kesehariannya. Orang selalu ingin diperlakukan sebagai individu, dan mereka mengutarakan individualitas mereka dalam banyak cara. Jadi bukan sekadar mengucapkan “Selamat Pagi” atau “Terima Kasih” Anda harus mengesampingkan pandangan etnosentrik dan lebih mengedepankan kesadaran akan perbedaan.

Di beberapa bagian dunia, atau di suku dan agama tertentu, Anda mungkin dianggap tidak tahu diri jika bersikap terlalu bersahabat atau bertanya terlalu banyak. Ada orang yang suka pertemuan bisnis tanpa banyak embel-embel, tanpa banyak basa-basi atau pertanyaan. Hal ini bukanlah sikap bermusuhan, melainkan jarak sosial. Kebudayaan lain bisa jadi punya pandangan yang berbeda. Anda bisa dianggap menghina jika tidak tersenyum, mengucapkan salam, atau berbincang sebentar, meskipun Anda sedang dikejar waktu. Jika kedua sudut pandang ini bertemu dan tidak saling mengenal, pasti timbul masalah. Inilah yang akan terjadi jika orang tidak mendidik diri mereka mengenai keberagaman agar bisa merasakan empati.

Berempati sangatlah penting. Empati adalah sikap yang seharusnya dihargai dan dipraktikkan.

3. Mengotrol Ego

Seseorang yang bisa mengotrol egonya bisa disebut orang yang memiliki sikap redah hati. Kadang kita bisa terbawa ego kita sendiri. Penting diingat bahwa siapa pun Anda, Anda harus bisa menanggalkan segala jabatan dan status yang Anda miliki. Arogansi tidak mengandung kekuasaan sejati. Sifat itu hanya akan mengasingkan Anda dari kolega dan bawahan Anda.

Eksekutif sukses sering kali adalah orang yang menghabiskan tahun demi tahun untuk mendapatkan kekuasaan dan merasa nyaman dengan itu. Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang belajar menonjolkan diri mereka dan di depan orang banyak. Namun, tempat kerja yang baru menuntut maju pembelajaran untuk bersikap rendah hati. Hal ini terutama berlaku bagi mereka yang berprestasi selama dekade terakhir. Tantangan ini bisa menjadi kesempatan.

Seorang eksekutif perumahan komersial menemukan cara yang bagus untuk melepaskan diri dari jabatannya yang mentereng di dunia korporat. “Saya presiden perusahaan ketika usiaku awal 30 tahun,” terangnya. “Saya me rasa penting karenanya. Lalu saya pulang ke rumah, bayiku mengompol, dan saya mengganti popoknya. Hal itu langsung mengembalikanku ke dunia nyata dan memberiku perspektif. Keluargaku selalu memberiku keseimbangan”. [af]

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *