SAFAR (PERJALANAN)

Imam Ghazali : “Ketahuilah sesungguhnya perjalanan itu adalah perjalanan lahir pada permukaan bumi, melalui segala liku-liku lorongnya dan juga perjalanan batin menuju kepada Allah, menuju ke-akhirat”.

Dua perjalanan itu tersebut dalam firman Allah :

سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Fussilat Ayat 53)

Al-Qur’an mengisahkan perjalanan batin Nabi Ibrahim AS. :

وَقَالَ اِنِّىۡ ذَاهِبٌ اِلٰى رَبِّىۡ سَيَهۡدِيۡنِ‏

Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus pergi (menghadap) kepada Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. As-Saffat Ayat 99)

Perjalanan Nabi Ibrahim itu adalah perjalanan yang paling besar, perjalanan sepanjang hayat, perjalanan kepada Allah SWT, perjalanan yang membersihkan jiwa dari segala pengaruh yang dibumi dan yang dilangit dari segala kelezatannya.

Barang siapa tertutup baginya pintu perjalanan kema’rifatullah, samalah artinya dengan tertutupnya segala pintu kebajikan. Akan tetaplah, ia dalam kehinaan tidak akan terangkat selama-lamanya.

Semua adab yang terdapat dalam Sunnah dan perjalanan para sahabat Nabi SAW adalah menerangkan perjalanan ini, perjalanan menuju akhirat.

Perjalanan batin itu pada pokoknya melewati empat perhentian :

1. Menjinakan hati kepada Allah, selalu zikir padaNya (menyebutnya dengan lidah serta mengingatnya dengan hati). Melazimkan muraqabah (selalu merasa dibawah perlindungan-Nya dan pengawasan-Nya). Bila hal itu tercapai dalam diri adalah alamat bahwa nyalanur (iman) yang di letakkan Allah dalam dada Hamba-Nya yang mu’min terlah bersinar.

2. Berusaha keras untuk menghindarkan diri dari gafil (lupa dan lalai). Karena segala do’a yang lahir dari hati yang gafil itu tidak akan sampai kepada Allah SWT, sebagaimana diterangkan Nabi saw dalam sabdanya :

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” Abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini. Saya mendengar Abbas Al ‘Anbari berkata; tulislah dari Abdullah bin Mu’awiyah Al Jumahi bahwa ia adalah orang yang tsiqah. (HR. Tirmidzi: 3401) –

3. Hendaklah hati selalu hadir beserta Allah, selalu merasa sangat fakir dihadapannya. Janganlah dibiarkan hati dilalaikan oleh keinginan-keinginan nafsu kebendaan dan maksud-maksud duniawi semata-mata.

4. Selalu benar didalam maksud dan harap. Maksud dan harap yang benar membangkitkan niat yang ikhlas.

Dengan melalui empat perhentian itu akan menjadi teranglah perjalanan itu dan terarah tujuannya yakni, menuju kepada ma’rifatullah dan mengharap redha-Nya semata-mata. [KH. GT. Abdul Muis]

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *